MODEL PENDIDIKAN PROFETIK NABI IBRAHIM AS

By A.M. Musdani 31 Jul 2020, 11:39:49 WIB Esai
MODEL PENDIDIKAN PROFETIK NABI IBRAHIM AS

Refleksi Pendidikan  di tengah Pandemi Covid 19

Nur Ngazizah, S.Si.M.Pd.

Dosen PGSD UMP Purworejo

Baca Lainnya :


Prof. Thomas Lickona seorang guru besar pada Cortland University di Amerika, mengajukan 10 ciri/tanda zaman yang membawa suatu bangsa kepada kehancuran :

1.        Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja dan masyarakat.

2.        Penggunaan bahasa dan kata-kata yang semakin memburuk.

3.        Pengaruh peer-group (geng) dalam tindak kekerasan menguat.

4.        Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti narkoba, alcohol dan seks bebas.

5.        Semakin kaburnya pedoman moral.

6.        Menurunnya etos kerja.

7.        Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.

8.        Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan kelompok.

9.        Membudayanya kebohongan dan ketidakjujuran.

10.     Adanya rasa saling curiga dan kebencian antarsesama.

 

Bagaimana fenoma yang terjadi di negara kita, msyarakat dan keluarga kita, apakah ada ciri ciri di atas. Dalam kondisi pandemi covid 19 ini bagaimana yang terjadi dengan keluarga dan anak anak kita. Mari kita gunakan dan ambil ibrah kondisi pandemi covid 19 ini untuk memperbaiki pola Pendidikan yang ada di keluarga kita dengan mencontoh dari pola Pendidikan profetik pada Nabi Ibrahim AS. Mengapa mencontoh dari Pola Nabi Ibarim AS, karena Allah pun berfirman bahwa Nabi Ibrahim adalah suri tauladan bagi kita. Seperti dalam firman Allah  QS. Al Mumtahanah :4

{قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ}

Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya. (Al-Mumtahanah:

Pilar-pilar dalam Pendidikan profetik Nabi Ibrahim AS yang bisa kita teladani dan kita terapkan dalam kehidupan kita adalah :

1.     Memilih  istri yang salehah daripada sekadar kecantikan dan kekayaan.

Ibrahim bersedia menikahi Siti Hajar, perempuan yang amat sederhana, berstatus budak, berkulit hitam, bukan berparas cantik dan bukan pula kaya raya. Hajar adalah hamba yang beriman, taat, berhati mulia, dan berakhlak terpuji. Ibrahim termasuk orang yang mengedepankan istri karena keimanan dan kemuliaan akhlaknya meskipun hanya seorang budak. Dengan memilih calon ibu yang baik agamanya dan taat kepada Allah, maka akan bias mendidik putra putranya dengan akidah yang kuat, ibadah yang bagus dan akhlaq yang mulia.

2.     Berdoa agar dikaruniai anak saleh

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (QS. Ash-Shaffat : 100)

Doa ini mengajarkan untuk mendidik anak tidak bisa dengan usaha belaka atau hanya  sekedar mengandalkan kemampuan pribadi kita,tetapi butuh kepasrahan jiwa memohon pertolongan-Nya. Merutinkan dan tetap beristiqamah di dalam doa adalah wujud kepasrahan diri sebagai hamba yang lemah tanpa kuasa dari Allah. Sehingga jangan pernah Lelah dan berputus asa dalam doa.

3.     Teladan bagi anak-anak dan keluarganya.

 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ ۚ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْغَنِىُّ ٱلْحَمِيدُ

 

 Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji. (Surat Al-Mumtahanah Ayat 6).

Dalam perkembangan psikologinya, anak cenderung meniru (imitatif) orang-orang sekitarnya, terutama dari orang tua. Di sinilah diperlukan keteladanan orang tua, baik soal keimanan, ketaatan beribadah, sikap, maupun perilaku sehari-hari. Apa yang dilakukan oleh orang tua, akan ditiru oleh putra putranya, sehingga jangan sampai yang ditiru anak adalah perilaku perilaku yang negative. Mari kita selalu berintrospeksi diri. Jika ada kesalahan pada diri anak, jangan buru buru menyalahkan anak. Tapi lihatlah diri kita, apa yang salah dengan diri kita.

4.     Memilih lingkungan yang baik untuk perkembangan mentalitas anak.

 Setelah Hajar melahirkan Ismail, Ibrahim pun mengantarkan mereka ke suatu tempat yang lengang, tandus, bernama Makkah. Lalu, Ibrahim pun bermunajat agar tempat itu diberkahi dan baik untuk perkembangan mentalitas anaknya

            Bacaan dan terjemah Surat Ibrahim ayat 35-41

 

وَإِذْ قَالَ إِبْرٰهِيْمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ اٰمِنًا وَّاجْنُبْنِيْ وَبَنِيَّ أَنْ نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ ۗ٣٥

Ayat 35. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.

 

رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِۚ فَمَنْ تَبِعَنِيْ فَإِنَّهٗ مِنِّيْۚ وَمَنْ عَصَانِيْ فَإِنَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣٦

Ayat 36. Ya Tuhan, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari manusia. Barang siapa mengikutiku, maka orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa mendurhakaiku, maka Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang.

رَبَّنَا إِنِّيْ أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْ إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ ٣٧

Ayat 37. Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.

 

رَبَّنَا إِنَّكَ تَعْلَمُ مَا نُخْفِيْ وَمَا نُعْلِنُۗ وَمَا يَخْفٰى عَلَى اللّٰهِ مِنْ شَيْءٍ فِى الْأَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاءِ ٣٨

Ayat 38. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami tampakkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ وَهَبَ لِيْ عَلَى الْكِبَرِ إِسْمٰعِيْلَ وَإِسْحٰقَۗ إِنَّ رَبِّيْ لَسَمِيْعُ الدُّعَاءِ ٣٩

Ayat 39. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishak. Sungguh, Tuhanku benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.

رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ ٤٠

Ayat 40. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.

 

رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ ؑ٤١

Ayat 41. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan pehitungan (hari Kiamat)."

 

Jika lingkungan baik, akan mudah membentuk perilaku anak, demikian sebaliknya. Dalam arti lebih luas, orang tua mesti mengawasi pergaulan anak-anaknya, memilih sekolah yang memerhatikan pembinaan sikap keberagamaan dan akhlak mulia, termasuk memilih lingkungan tempat tinggal yang kondusif dan mendukung perkembangan mentalitas anak ke arah positif.

Walaupun kondisi Makkah pada waktu itu sangat tandus nan kering. Tapi, ia benar-benar yakin, bahwa Allah SWT ikut campur tangan di dalam mendidik anaknya untuk menjadi generasi sholih, yang selalu menjalankan perintah-Nya.

Di dalam dunia pendidikan modern, memilih lembaga pendidikan formal sangat penting, baik Negeri atau swasta. Tempat (lembaga Pendidikan) modern harus memiliki criteria, antara lain (1) Bagus serta Kondusif ketika dalam proses belajar mengajar (2) Lingkungan sehat, dan pergaulan juga mendukung (3) Manajemennya bagus dan disinplin, baik proses belajar atau adminitrasinya (4) Terhindar dari kontaminasi barang-barang terlarang (5) Kualitas tenaga pengajarnya mumpuni disiplin ilmunya masing-masing.



5.     Bersifat demokratis dan komunikatif kepada anak.

Sikap demokratis dan komunikatif Nabi Ibrahim terlihat dari kisah penyembelihan putranya.

Quran Surat As-Saffat Ayat 102

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Dialog ini menunjukkan Nabi Ibrahim melibatkan puteranya Nabi Ismail untuk berdiskusi terkait perintah Allah tersebut, tidak semata karena itu perintah Allah kemudian langsung dilaksanakan tanpa melibatkan puteranya. Ini adalah keteladan yang luar biasa bagi kita, bahwa anak dilibatkan dalam mengambil keputusan, anak diajak berpikir bagaimana menyikapi perintah Allah..

6.     Mencintai anak karena Allah.

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menempatkan cinta kepada Allah di atas segala cinta, hal ini sebagai bukti ketaatannya pada Allah. Bukti ketaatan itu adalah ditunjukkan dengan cinta, sedangkan bukti cinta adalah berkurban. Kisah ini mengajarkan agar mencintai anak semata-mata karena Allah. Sebab, jika kecintaan kepada anak melebihi cinta kepada Allah, malapetaka akan ditimpakan dalam kehidupan keluarga itu (QS al-Taubah [9]: 24).

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ

Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Tafsir dari ayat di atas adalah  Allah menyebutkan sebab yang melazimkan hal itu, yaitu bahwa kecintaan kepada Allah dan RasulNya wajib didahulukan di atas kecintaan kepada apa pun, dan menjadikan segala sesuatu menginduk kepadanya, Dia berfirman, “katakanlah, ‘Jika bapak-bapak’,” sama juga ibu-ibu, “saudara-saudara”, dalam nasab keluarga, “istri-istri, kaum keluargamu.” Yaitu kerabatmu secara umum. “dan harta kekayaan yang kamu usahakan”, dan kamu mendapatkannya dengan susah payah, ia disebutkan secara khusus karena ia paling dicintai oleh pemiliknya, dan tentu saja pemiliknya lebih semangat dalam menjaganya daripada orang yang mendapatkan harta tanpa usaha dan lelah “dan perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya.” Yakni khawatir menipis dan berkurang. Ini meliputi seluruh bentuk perniagaan dan usaha dalam berbagai bentuk perniagaan seperti emas, bejana, senjata, perabot, biji-bijian, hasil bumi, ternak, dan lain-lain. “Dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai”, karena keindahannya, hiasannya, dan kesesuaiannya dengan hawa nafsumu, jika semua itu “adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya”, maka kamu adalah orang-orang fasik yang zhalim. “maka tunggulah”, azab yang akan menimpamu “sampai Allah mendatangkan keputusanNya”, yang tiada tertolak. “Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”, yaitu yang keluar dari ketaatan kepada Allah, yang mendahulukan salah satu perkara di atas, daripada kecintaan kepada Allah. Ayat yang mulia ini adalah dalil terbesar akan kewajiban mencintai Allah dan RasulNya, dan mendahulukannya di atas kecintaan kepada segala sesuatu selain keduaNya, serta ancaman keras dan kemarahan besar atas siapa saja yang salah satu dari yang disebutkan ini lebih dia cintai daripada Allah, RasulNya, dan jihad di jalanNya. Dan tandanya adalah bahwa jika dia dihadapkan pada dua perkara, yang pertama dicintai oleh Allah dan RasulNya dan dia tidak memiliki hasrat padanya, dan kedua dicintai dan diinginkan oleh nafsunya, akan tetapi ia mengakibatkan lenyapnya apa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya atau menguranginya, maka jika dia mendahulukan apa yang diinginkan oleh nafsunya daripada apa yang dicintai Allah, berarti itu menunjukkan bahwa dia zhalim dan telah meninggalkan apa yang wajib atasnya.

 

Kewajiban orang tua yang paling esensial adalah mendidik akidah anak, lalu menyelamatkan mereka dari siksa neraka (QS al-Tahrim [66]: 6).

7.     Melibatkan anak membangun baitullah,

Beribadah bersama anak, dan melibatkannya menegakkan agama Allah. Ibnu Katsir dalam kitab Qishash al-Anbiya’ menjelaskan, Ismail turut mengumpulkan batu dan mengulurkannya kepada Ibrahim, lalu Ibrahim membangun bangunan Ka'bah yang sebelumnya rusak.

Ketika membangun baitullah itu bersama anaknya, Ibrahim juga berdoa agar mereka menjadi hamba yang taat dan negeri itu diberkahi (QS al-Baqarah [2]: 126-129).

Quran Surat Al-Baqarah Ayat 126

 وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّ ٱجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَٱرْزُقْ أَهْلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُم بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِ ۖ وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".

Quran Surat Al-Baqarah Ayat 127-129

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (127)

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (128)

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (129) 

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa):` Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui `.(QS. 2:127) 

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. 2:128)

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al quran) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. 2:129) 

 

8.     Nabi Ibrahim menginginkan dan mempersiapkan anak-anaknya menjadi pemimpin (imam) yang diiringi doa.

Namun, Allah mengisyaratkan bahwa keturunan Ibrahim yang dijadikan pemimpin bukanlah orang-orang yang zalim (QS al-Baqarah [2]: 124).

۞ وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّٰلِمِينَ Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
Dengan begitu, Ibrahim mendidik anaknya menjadi anak yang berlaku adil, bukan bersifat zalim, baik zalim secara akidah, yaitu syirik (QS Luqman [31]: 13) maupun zalim terhadap diri sendiri karena melanggar perintah atau melaksanakan larangan Tuhan (QS al-A’raf [9]: 23).

Sebagai orang tua, seharusnya kita lebih mengkhawatirkan masa depan akidah anak-anak kita daripada sekadar mengkhawatirkan karier dan kehidupan ekonomi mereka (QS al-Baqarah [2]: 133-134).

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku.’ Mereka menjawab: ‘Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Mahaesa dan kami hanya tunduk kepada-Nya’”. (QS. Al-Baqarah: 133) Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 134)

9.     Kompak Dengan Istri.

Nabi Ibrahim bukan hanya memilih tempat yang tepat. Tetapi, sang istri juga termasuk wanita tangguh serta sholihah. Lihat saja, ketika Ibrahim diutus meninggalkan kota Makkah menuju palestina. Sang istri tegar serta perkasa. Hajar menjadi single parent, selama Nabi Ibrahim pergi ke-Palestina dalam rangka melaksanakan perintah-Nya. Sejak kaki menginjak tanah Makkah, ia melempar pan­dangan pada tanah kosong yang ada di sekelilingnya dengan perasaan tak menentu.

Siti Hajar setia kepada suaminya dan  ia juga setia terhadap Allah Swt dan ini dibuktikan dari transkip dialog yang terjadi antara Siti Hajar dan Nabi Ibrahim : “Allahu amaroka bi hadza ?” (Apakah Allah yang memerintah kepadamu agar saya tinggal di sini ?) Nabi Ibrahim menjawab, “Na’am.” (Iya.) Kemudian Siti Hajar berkata lagi, “Idzan la yudlayyi’uni.” (Jadi kalau begitu, Allah tidak akan membiarkanku.). Memunculkan keyakinan seperti ini sangat sulit sekali apalagi ditengah kesulitan hidup yang menerpa Siti Hajar pada waktu itu. Akan tetapi beliau tetap teguh dan setia kepada Allah hingga pada akhirnya Allah mengabadikan kisahnya bersama putra kesayangannya Ismail As dalam pencarian air minum ketika Ismail kecil kehausan yang diabadikan Allah lewat kewajiban Sa’I yakni berlari kecil antara bukit Safa dan Marwa.. Hajar begitu ikhlas, sedangkan Ibrahim begitu yakin dengan istrinya yang mampu mendidik anaknya.


10.  Tawakkal kepada-Nya.

 Karena hanya tawakkal inilah yang bisa menghilangkan rasa kekhawatiran-kekhwatiran yang menyelimuti dirinya. Bagaimana mungkin, sang ayah meninggalkan anak dan istrinya ditempat yang kering, tandus, tiada satupun orang, semesntara itu tidak ada tumbuhan yang dapat di makanan, atau mata air yang bisa digunakan air minum.

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيل

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. ” (QS. Ali ‘Imron: 173).



Doa yang berada di akhir surat tersebut Hasbunallah wa nikmal wakil adalah doa yang pernah dibaca Nabi Ibrahim AS karena pasrah dan yakinnya kepada Allah. Karena tiada yang bisa dimintai pertolongan selain Allah.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

Loading....


Kanan - Iklan Sidebar

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Instagram, Youtube dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.

Video Terbaru

Lihat semua video